Rabu, 16 April 2014

Bank Pembangunan Daerah (BPD)

Sejarah BPD
Dalam bidang pembangunan, pemerintah pada 25 Mei 1960 mendirikan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dengan tugas utama untuk membantu pemerintah dalam membiayai usaha-usaha pembangunan nasional. Sebelumnya, fungsi bank pembangunan telah dijalankan oleh Bank Industri Negara (BIN) yang kemudian fungsinya dimasukkan ke dalam Bapindo pada 17 Agustus 1960. Selain Bapindo, pemerintah juga membentuk Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang ketentuannya diatur dalam UU No. 13/1962. Bank ini didirikan dengan tujuan untuk membantu melaksanakan pembangunan yang merata ke seluruh daerah di Indonesia.
Dengan UU No. 13/1962 ditetapkan ketentuan-ketentuan pokok bank pembangunan daerah (BPD). Mengenai kedudukan kelembagaannya, BPD berada di dalam lingkungan Depdagri, sedangkan untuk aspek teknis perbankan dan teknis perusahaannya, bank-bank tersebut mendapat pengawasan dan bimbingan dari BI dan Bapindo. Syarat-syarat pembukaan kantor-kantor cabang dan perwakilan serta BPD ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri UBS No. 6/63/Kep/MUBS tertanggal 17 April 1963. Jumlah BPD berkembang dari 2 bank pada tahun 1959 menjadi 22 bank pada tahun 1965. Jumlah kantor cabang juga berkembang dari satu cabang (1959) menjadi 17 cabang (1965).

Peran BPD
Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebagai salah satu bank yang ada pada sistem perbankan nasional memiliki fungsi dan peran yang signifikan dalam konteks pembangunan ekonomi regional karena BPD mampu membuka jaringan pelayanan di daerah-daerah dimana secara ekonomis tidak mungkin dilakukan oleh bank swasta.
Undang-Undang No. l3 tahun 1962 tentang asas-asas Ketentuan Bank Pembangunan Daerah mengatakan bahwa BPD berkerja sebagai pengembangan perekonomian daerah dan menggerakkan pembangunan ekonomi daerah untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat serta menyediakan pembiayaan  keuangan pembangunan di daerah, menghimpun dana serta melaksanakan dan menyimpan kas daerah (pemegang / penyimpanan kas daerah) disamping menjalankan kegiatan bisnis perbankan (Hasan, Anuar, dan Ismail 2010). Sementara itu KEPMENDAGRI No. 62 Tahun 1999 tentang pedoman organisasi dan tata kerja bank pembangunan daerah pasal 2 juga mengatakan bahwa BPD dibangun adalah untuk mengembangkan perekonomian dan menggerakkan pembangunan daerah melalui kegiatan BPD sebagai Bank.

Jumlah BPD di Indonesia
Sampai saat ini ada 26 BPD yang ada di Indonesia, rata-rata setiap provinsi mempunyai satu BPD tetapi ada juga BPD yang harus melayani dua provinsi. Nama 26 BPD di Indonesia adalah: 


1.                   Bank BPD Aceh
2.                   Bank Sumut
3.                   Bank Riau
4.                   Bank Sumatera Barat
5.                   Bank Jambi
6.                   Bank Sumsel
7.                   Bank Bengkulu
8.                   Bank Lampung
9.                   Bank DKI
10.                Bank Jabar Banten
11.                Bank Jateng
12.                Bank BPD DIY
13.                Bank Jatim
14.                Bank Kalbar
15.                Bank Kalsel
16.                Bank Pembangunan Kalteng
17.                Bank Kaltim
18.                Bank Sulsel
19.                Bank Sulteng
20.                Bank BPD Sultra
21.                Bank Sulut
22.                Bank BPD Bali
23.                Bank BPD NTB
24.                Bank NTT
25.                Bank Maluku
26.                Bank Papua

 REFERENSI : http://agustyalisdayanti.blogspot.com/2013/03/bank-pembangunan-daerah.html

Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Dengan lokasi yang pada umumnya dekat dengan tempat masyarakat yang membutuhkan. Status BPR diberikan kepada Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan berdasarkan UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dengan memenuhi persyaratan tatacara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Ketentuan tersebut diberlakukan karena mengingat bahwa lembaga-lembaga tersebut telah berkembang dari lingkungan masyarakat Indonesia, serta masih diperlukan oleh masyarakat, maka keberadaan lembaga dimaksud diakui. Oleh karena itu, UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 memberikan kejelasan status lembaga-lembaga dimaksud. Untuk menjamin kesatuan dan keseragaman dalam pembinaan dan pengawasan, maka persy-ratan dan tatacara pemberian status lembaga-lembaga dimaksud ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Usaha yang Dilakukan BPR
Usaha BPR meliputi usaha untuk menghimpun dan menyalurkan dana dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Keuntungan BPR diperoleh dari spread effect dan pendapatan bunga. Adapun usaha-usaha BPR adalah :
·Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
·Memberikan kredit.
·Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
·Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. SBI adalah sertifikat yang ditawarkan Bank Indonesia kepada BPR apabila BPR mengalami over liquidity atau kelebihan likuiditas.

Usaha yang Tidak Boleh Dilakukan BPR
Ada beberapa jenis usaha seperti yang dilakukan bank umum tetapi tidak boleh dilakukan BPR. Usaha yang tidak boleh dilakukan BPR adalah :
· Menerima simpanan berupa giro.
· Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
· Melakukan penyertaan modal dengan prinsip prudent banking dan concern terhadap       layanan kebutuhan masyarakat menengah ke bawah.
· Melakukan usaha perasuransian.
· Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud dalam usaha BPR.

Alokasi Kredit BPR
Dalam mengalokasikan kredit, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh BPR, yaitu:
· Dalam memberikan kredit, BPR wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian.
· Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan BPR tersebut. Batas maksimum tersebut adalah tidak melebihi 30% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
· Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya, serta perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan pihak pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya. Batas maksimum tersebut tidak melebihi 10% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.

 REFERENSI : http://id.wikipedia.org/wiki/Bank_Perkreditan_Rakyat