Bima
Pada cerita tokoh Bima
kali ini aku akan sekaligus menceritakan beberapa tokoh karena
tokoh-tokoh ini hanya berperan sedikit namun peran mereka sangat berarti
dalam cerita Mahabrata.
Bima termasuk Pandawa
yang paling dikenal oleh masyarakat ramai. Bahkan ada produk jamu
diberi nama “Kuku Bima”. Sangking nge-trend-nya “Kuku Bima” banyak orang
mengira senjata Bima bernama Kuku Bima. Ada lelucon mengenai Kuku Bima.
Di dalam kelas sekolah dasar negeri di Jakarta,
kebetulan hari itu berlangsung pelajaran sejarah dan topik hari itu
mengenai perwayangan. Guru sejarah bertanya kepada murid-muridnya:
“Apakah nama senjata sakti mandraguna milik Bima?”. Dari pojokan kelas
tangan dianjungkan ke atas dan sang guru mempersilahkan muridnya untuk
menjawab. “Kuku Bima, Bu!”, sahutnya.
Memang senjata Bima yang sakti berbentuk
kuku, tapi namanya bukan Kuku Bima, namanya Pancanaka. Pancanaka ini
bukan sembarang kuku. Kuku ini tanjamnya tak terhingga. Ada cerita kalau
tanjamnya Pancanaka setara dengan 7 pisau cukur baru.
Dari seluruh Pandawa, Bima yang paling dibenci oleh Kurawa. Bima memiliki tubuh yang paling kuat di antar Pandawa dan Kurawa. Dia mampu mengalahkan Duryodhana dan Kurawa lainnya. Waktu
perang tanding antara Bima dan Kurawa, pihak Kurawa selalu kalah dan
dihajar habis-habisan. Duryodhana, yang tertua dari Kurawa sangat
membenci Bima dan selalu mencari cara untuk membinasakan Bima. Kebencian
ini semakin bertambah karena ketakutan akan lepasnya tahta dari
tangannya.
Rencana Pembunuhan
Duryodhana pernah merencanakan untuk
membunuh Bima dengan menenggelamkan ke dalam Sungai Gangga. Waktu itu
Bima dan beberapa Kurawa berenang di Sungai Gangga, setelah selesai
berenang mereka bersantap. Tidak tahunya makanan Bima telah diracuni
oleh Kurawa. Letih dan ditambah keracunan makanan membuat Bima terbaring
lemas tidak berdaya. Melihat hal itu Duryodhana, sepupu Bima segera
mengikat sepupunya itu dengan ranting-ranting pohon berduri dan menutupi
tubuhnya dengan daun-daun gatal. Kemudian mereka melemparkan Bima ke
papan lebar yang dipasangi paku-paku tajam beracun. Mereka
memperkirakan, jika Bima jatuh di atas papan itu, ia pasti akan binasa
tertusuk paku-paku beracun itu.
Tetapi Bima tidak jatuh di atas papan
itu. Dia jatuh ke dalam Sungai Gangga. Segera oleh ular-ular penghuni
Sungai Gangga yang sangat berbisa mematuki tubuh Bima. Belum jauh
dihanyutkan, Bima dihempaskan oleh pusaran air ke tepian seberang
sungai. Dengan gembira, Duryodhana dan saudara-saudaranya yang mengira
telah membinasakan Bima pulang ke istana. Namun Bima selalu dalam
lindungan dewata, racun-racun ular bukan membunuh Bima malah membantu
melawan racun makanan Duryodhana sehingga racun di tubuh Bima menjadi
sirna. Tidak hanya sirna malah membuat Bima kebal akan segala racun.
Usaha pembunuhan Bima tidak sekali
dilakukan. Duryodhana melakukan beberapa kali percobaan pembunuhan. Kali
ini Duryodhana meminta bantuan dari Mahaguru Dorna, seorang resi
mahasakti untuk membinasakan Bima. Karena Mahaguru Dorna lebih berat ke
Kurawa, diluluskan permintaan Kurawa.
Mahaguru Dorna memanggil Bima menghadap
dan memberi dia tugas untuk mencari tirtha prawidhi atau air suci
kehidupan. Katanya, “Wahai, muridku Bima yang perkasa, pergilah engkau
mencari tirtha prawidhi. Carilah sampai dapat. Jangan kembali jika belum
berhasil. Ketahuilah, barang siapa memiliki tirtha prawidhi, dia akan
dapat memahami hidup
ini dan akan mampu mengenal asal, arah dan tujuan hidup manusia, yaitu
sangkan paraning dumadi. Pergilah anakku. Jangan pernah ragu, karena
orang yang ragu takkan pernah berhasil.”
Bima memang orang yang tidak pernah banyak pikir sebelum bertindak. Setelah minta izin dengan ibunya, Dewi Kunti,
ia pun berangkat. Dalam pikiran Bima tidak terlintas rencana busuk yang
dibuat oleh Kurawa untuk mencelakakan dirinya. Di perjalanan mencari
tirtha prawidhi, Bima tidak perduli pada binatang buas, raksasa, setan
atau jin yang mengganggunya dalam pengembaraan. Semua berhasil
dikalahkan.
Pada suatu hari ketemulah Bima dengan
dua raksasa sakti, Rukmukha dan Rukmakhala. Ia menantang kedua raksasa
itu untuk berkelahi. Tantangan diterima. Ia menerjang kedua raksasa itu.
Keduanya tewas seketika. Begitu terbanting ke tanah, kedua raksasa itu
menjelma menjadi Batara Indra dan Batara Bayu, yaitu ayah Bima sendiri.
Batara Indra memberinya mantra
Jalasengara dan Batara Bayu memberinya satu ikat pinggang sakti. Kedua
hadiah itu akan menjadi bekal baginya untuk mengarungi samudera paling
dalam di mana pun di dunia. Kemudian Batara Bayu memberinya petunjuk
bahwa air hidup yang dimaksud terletak di dalam Telaga Gumuling, di
tengah rimba Palasara. Di dalam rimba belantara itu Bima harus
menghadapi seekor naga raksasa sebesar Gunung Semeru yang bernama
Anantaboga.
Bima mengucapkan terima kasih, lalu
pergi ke rimba Palasara. Sampai di tepi Telaga Gumuling, Bima disambut
oleh naga raksasa Anantaboga yang langsung menyerangnya. Naga itu
mengibas-ibaskan ekornya dan membelit badan kesatria Pandawa itu. Dengan
Pancanaka, kuku ibu jarinya yang sakti, Bima menusuk leher Anantaboga
dan memutus tali nyawanya. Anantaboga menggelepar-gelepar sebentar, lalu
menggeletak mati, tak bergerak.
Ajaib. Mayat Anantaboga lenyap, menjelma
menjadi Dewi Maheswari. Sesungguhnya Dewi Maheswari adalah bidadari
yang di-kutuk-pastu oleh Sang Hyang Guru Pramesti. Ia terpaksa menjalani
hukuman sebagai naga raksasa. Dari Dewi Maheswari, Bima mendapat
petunjuk di mana ia bisa menemukan tirtha prawidhi, yaitu di dasar
samudera raya.
Dengan mantra Jalasengara pemberian
Batara Indra, Bima mengarungi Samudera Selatan yang penuh gelombang
bergulung-gulung setinggi gunung. Di dalam samudera itu ia harus
menghadapi naga besar Nawatnawa yang menyemburkan hujan berbisa. Tetapi,
berkat apa yang dialaminya di Sungai Gangga, badannya menjadi kebal.
Dan berkat ikat pinggang pemberian Batara Bayu, ia bisa mengambang di
samudera raya. Dengan tangkas ia menaklukkan Nawatnawa, mencekiknya, dan
menusuk lehernya dengan kuku Pancanaka. Seketika itu, matilah
Nawatnawa. Tetapi, setelah tiga pertarungan berat itu, Bima menjadi
sangat lelah. Ia membiarkan dirinya diombang-ambingkan gelombang raksasa
dan dihempaskan ke sebuah karang emas. Seorang diri, tanpa pertolongan
siapa punREFERENSI : http://nukilan.com/2006/09/20/raden-bratasena-atau-bima-atau-wrekodara.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar